Sabtu, 15 Oktober 2016

الجُنُونُ مِنَ العِشْقِ (Gila karena Cinta)


“Malam penuh cinta bersama Layla adalah siang,
Hari-hari berlalu begitu cepat kala bersamanya
Bersama Layla, penjara adalah surga Firdausku
Begitupula Api adalah cahaya bagiku”
(Kumandang syair Qais kepada Layla)


Seringkali kita mendengar kata cinta bahkan kita sendiri pasti pernah merasakan cinta entah itu mencintai ataupun dicintai tapi apakah kita tau apa makna dari cinta itu sendiri? cinta dapat kita artikan sebagai sebuah ungkapkan kasih sayang yang diwujudkan sebagai rasa kepedulian, pengorbanan diri, empati, perhatian, menuruti perkataan, patuh dan melakukan apapun yang diinginkan oleh objek yang dicintai tersebut. Tetapi, cinta yang berlebihan memiliki dampak negatif yang dapat menyebabkan seseorang hilang akan jati diri yang sebenarnya. seringkali kita mendengar berita atau kisah banyak orang yang rela bunuh diri karena putus cinta, gila karena cinta dan lainnya. Seperti kisah rakyat dari persia yaitu Qais dan Layla atau yang lebih kita kenal dengan Layla dan Majnun, sebuah kisah yang jauh lebih tua dari Romeo&Juliet ditulis oleh Syaikh Nizami Fanjavi (Sufi asal Persia 1188 M) yang terkenal diseluruh dunia sebagai kisah keabadian cinta yang menginspirasi anak manusia tentang pemaknaan akan sejatinya cinta.

Alkisah, hiduplah seorang pria yang bernama Qais. Dia pria yang tampan, cerdas, dan ahli dalam banyak hal. Dia lahir dalam keluarga terpandang. Sayangnya, semenjak bertemu Laila dan terperosok dalam lubang cinta yang gelap gulita, pria itu pun berubah 180 derajat. Hari-harinya dihabiskan dengan melamun dan menyusun sajak cinta bagi Laila. Semakin hari, tubuhnya semakin kurus karena enggan mengisi perut. Orang tuanya telah putus asa. Qais yang dimabuk cinta menjadi seorang yang hilang akal dan dijuluki sebgai Majnun. Tanpa disangaka, sebenarnya Laila juga memiliki perasaan yang sama terhadap Qais. Namun, sebagai seorang wanita dengan harga diri tinggi, Laila tetap merahasiakan perasaan cintanya. Sedalam apapun perasaan cinta Laila terhadap Qais, ia tidak dapat memaksa ayahnya untuk menyetujui hubungannya dengan Qais karena Qais telah berubah menjadi seorang yang sangat tidak patut diharapkan untuk menjadi pendamping hidup Laila. Cinta mereka tidak pernah dapat terwujud. Kisah ini diakhiri dengan Majnun, yang mulai kembali menjadi Qais, mengunjungi makam Laila. Dia menderita karena kematian pujaan hatinya dan meninggal di atas makam itu.

Sungguhlah tragis, dimulai dari cinta pada pandangan pertama, indahnya jatuh cinta, angan-angan tanpa batas, hasrat yang bergejolak, obsesi pada objek cinta, pahitnya patah hati, perasaan putus asa, hingga hidup segan mati tak mau. Semua fase cinta ada dalam kisah ini. Sementara itu, tokoh Laila sebagai objek cinta adalah seorang yang misterius. Tidak ada satu orang pun yang tahu perasaan yang dipendam olehnya. Seakan membenarkan perkataan, “Hati wanita adalah samudera rahasia yang dalam.

Dan apabila Qasis tidak menjadi majnun apakah ia akan mendapatkan cinta layla? Ia lebih mencintai Laila dibandingkan dirinya sendiri. Rasa cinta yang sebenarnya suci menjadi racun yang menjangkiti seluruh tubuhnya. Qais yang tadinya cemerlang berubah menjadi seorang yang tidak pantas diperjuangkan. Bukannya memberikan sejuta alasan untuk dicintai Laila, Qais malah memberikan sejuta alasan untuk dilupakan. Mungkin bagi Laila, Qais masih menjadi pemegang kunci hatinya, tetapi Laila tidak hidup sendiri. Laila punya orang tua. Seorang wanita dari keluarga terpandang tidak akan dinikahkan dengan seorang Majnun. Bukannya berusaha merebut hati orang tua Laila, Qais malah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam lubang cinta yang penuh nestapa. Bodohnya Qais!

Cukuplah Qais yang mengalami penderitaan sedemikian rupa. Cinta memang bagian penting dalam kehidupan, tetapi cinta dapat pula menjadi duri dalam daging. Seorang yang berakal sehat tidak akan membiarkan cinta dengan liar menguasai dirinya. Kitalah, sebagai manusia yang dianugerahi akal, yang harus mengendalikan cinta. Berilah sejuta alasan pada objek cintamu untuk mencintaimu. Kita tidak dapat mengendalikan pemikiran orang lain, tetapi kita dengan pasti dapat mengendalikan pemikiran kita sendiri. Mari kita ubah persepsi kita tentang cinta. Jadikanlah cinta sebagai bahan bakar untuk memperindah pribadi kita agar kelak kita dapat membahagiakan objek cinta kita!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar